3.11.2011

Dan

"Dan!!!”

Dia berlari kencang menelusuri ruang tamu yang cukup besar. Batinku benar-benar mengutuk. Tanpa pkir panjang lagi, aku mengejarnya. Tak peduli, vas bunga yang baru dibeli mama yang terjatuh di senggolnya. Tak peduli, kakiku yang terinjak duri sekali pun. Yang ada dipikiranku, dia harus segera kutangkap. Dia harus segera kuhukum. Kalau tidak, ia makin leluasa di rumah ini.

Tak ada persembunyian di ruang tamu, ia lari ke pekarangan rumah dan dengan gesitnya ia berlari menginjak bunga adelwisku. Darahku semakin menggelegak, tubuhku bergetar. “dasar sial kau!” pekikku. Aku berhenti sejenak melihat bunga yang paling kusayangi itu. Bunga itu pemberian Vidi, mantan pacarku. Mataku semakin panas.

Kembali kucari Dan, tak kudapati lagi dia di pekarangan rumah, kulirik ke arah beranda juga tak ada. Kemana ia? Aku mencari-cari tempat persembunyiannya, di belakang pohonkah? O ow, juga tak ada di sana. bagaimana pun, hari ini aku harus menghukumnya. Segera kucari di dalm rumah.

“Dan keluar!,” teriakku memasuki dapur. Namun, lagi-lagi tak kutemui siapa pun di sini. Kucoba mencarinya di belakang kulkas. Tak ada, tidak ada tanda-tanda keberadaannya. Aku segera berjalan cepat menuju ruang makan, tak ada, yang kulihat hanya pembantu yang sedang merapikan meja setelah makan siang tadi.

“Bik, liat Dan lewat sini nggak?” tanyaku sedikit ngos-ngosan karena capek mengejar dan. Si bibik gelelng-geleng kepala, isyarat bahwa Dan juga tidak ada di sini. Aku pun mulai berhenti berjalan, mencoba berpikir dimana Dan berada. Mataku mulai memperhatika pelosok rumahku. Di pekarangan tidak ada, di dapur juga tak kutemukan, dan begitu juga di ruang makan. Apa mungkin di kamarku? Mustahil, aku sudah mengunci pintu dan jendelaku rapat-rapat. Lalu, dimana Dan bisa kutemukan? Aku mencoba memutar otakku, ups yah! Hanya satu tempat itu yang mungkin.

Aku menuju ruang tamu, aku mengulum senyum. Hanya ini tempat bermainnya selain tiga tempat tadi. Dan ternyata, aku benar. Ia sedang disuapi makanan oleh mamaku. Aku berjalan pelan ingin menangkapnya.

“Ada apa sayang?” Mama menyapaku dengan lembut. Dan kaget setelah melihatku dan segera memeluk mamaku. Mama segera mengendongnya. Aku meringis marah. Dasar manja!

“Ia sudah menuangkan cat ke lukisanku Ma,”kataku berang. Mama malah mengelus-elusnya.

“Dia masih kecil sayang, dia belum begitu mengerti dengan apa yang kau kerjakan, maafkanlah dia,” jawab Mamaku masih mengelusnya lembut.

“Tetap saja dia harus dihukum,” sahutku ingin segera mengambilnya dari pangkuan Mama. Mama mengelak.

“Mama serahkan dia padaku,” pintakku dengan semangat empat lima. Tanganku sudah bergetar ingin menghukumnya.

“Ngeong,” Dan menggubris. Tiba-tiba bel berbunyi.

1 comment:

Unknown said...

hahaha...Dan seekor kucing,,,hmm,,,pernah baco lah mi pas dulu,,, pas Sma yo mi..atau pas awal kuliah,,,lupoo,,hee..Endingnya bagus ^^