7.02.2013

Curhat Jurnalis 1 Juli 2013

Aku mengambil gagang telpon. Kupijit kepalaku yang tertutup hijab. Aku menghela nafas panjang, geleng-geleng kepala. Lalu kutarok lagi gagang telpon.

Kembali kutatap risetku, menatap berita yang berada di arsp internal kontan. Kucatat berapa celah yang bisa kutanyakan kepada narasumber. Lalu tanganku kembali memainkan mouse melihat perkembangan si perusahaan baru ini.

"Mi," suara tegas itu muncul dari belakang, sempat membuatku kaget dan mukaku semakin tegang. Kupasang senyum dan menatapnyam "ini dulu aja kamu kejar ya," katanya sambil memainkan ponsel di tangannya. Aku mengangguk dan menjawab iya sekenanya. Kembali membuka email dan liputannya diganti.

Parahnya tadi yang kuhubungi juru bicara yang pastinya mau tak mau ramah dengan wartawan. Kali ini yang harus kuhubungi Direktur Utama lagi. Mukaku semakin tegang. Kembali tanganku bermain dengan keywords yang mengandalkan Mbah Google.

Kuhela nafas panjang, debaran jantungku semakin tinggi. Kuambil gagang telpon, dua detik kemudian kutarok lagi. Kali ini kupilih handphone dan mengetikkan pertanyaan. Kukirim sms. Kutunggu, semenit, dua, lima menit tak ada jawaban,

Aku segera berdiri hendak mengadu pda editorku. Namun tampaknya ia sedang sibuk. Aku geleng-geleng kepala, mengangkat gagang telpon dan menekan beberapa nomor. Kutunggu, tut tut, masuk.. Telponnya masuk. Namun seperti biasa tak ada jawaban. Ini Dirut yang memang enggan mengangkat telpon dan yah terpaksa menunggu jawaban sms.

Lima belas menit kemudian, sms itu pun berbalas saat di sekitarku lagi sibuk mengetik dan keyboard mereka saling berpacu. Jawaban Bapaknya singkat dan jelas. "Kamu hubungi Direktur Keuangan saya," sms-nya. Aku tersenyum simpul dan sms Direktur Keuangannya. "Pak, saya Mimi dari Kontan boleh saya hubungi Bapak terkait proyek terbaru." Kukirim, 1 jam, tak ada jawaban.

Aku melotot, kuganti pilihan kata yang lain. "Pak, saya Mimi, Dirut Bapak menyuruh saya menghubungi Bapak terkait project terbaru. Bapak bisa saya wawancara via telpon?" kataku, entah kurasa nada ini cukup mengancam. Dan benarlah ia, tak sampai 5 menit. Sms-nya dibalas dengan padan dan singkat, "silahkan" katanya. Saya tersenyum, setidaknya berguna juga cara ancam-mengancam ala aktivis mahasiswa dulu di Kampus :p