5.03.2014

Dari Hatiku ke Hatimu


Terkenang masa lalu, saat kelas 3 SMA. Percakapan penting dengan Papa, aku memilih jalan hidupku, ingin menjadi bidan sambil mengajar di sebuah kampus. Kuutarakan kemauanku. "Mi kuliah di Akbid ya Pa," pintaku duduk di sebelah beliau yang sedang berpacaran dengan bukunya. Hari-hari beliau dengan pensil, penggaris, dan buku tebal tentang berbagai sejarah Minangkabau.

Mendengar pintaku, ia menarok buku, pensil, dan penggarisnya. Di balik kaca mata itu, ia menatapku. "Bukannya itu pekerjaan kotor, kenapa kamu mengambil sesuatu dari tempat yang kotor, berdarah-darah Nak, mending jadi dokter," sahut Papa. Aku tergelak, sudah sangka jawabannya tak ada unsur penolakan. Orang tuaku terlalu demokratis, ia selalu memberi beberapa pilihan.

 "Jadi dokter itu duitnya banyak Papa, lalu juga hapalannya terlalu banyak, gak fokus. Mending ahli di satu bidang saja. Kelihatannya bidan itu menyambut sesuatu dari tempat yang kotor, tapi Papa tahukah kalau anak itu berasalnya dari surga. Dan Bidan diberi keutamaan oleh Allah untuk menyambut sesuatu dari surga itu, aku yang menyambut malaikat kecil yang pertama kali melihat dunia, bukankah itu sesuatu yang luar biasa?" tanyaku dengan semangat.

Ayahku tersenyum, ia tahu sudah kalah dalam diskusi ini. Dan memang ini bukan debat, ia tersenyum manis dengan kumisnya. Lalu beliau mengangguk setuju dengan pilihan dan argumenku. Aku menatapnya penuh cinta. Ayahku lelaki paling keras yang kukenal, tetapi selalu bisa kutaklukkan. Sesuatu yang berasal dari hati akan diterima oleh hati :)

No comments: